Minggu, 10 Januari 2010

Penghinaan

I. Perbuatan Melawan Hukum : Batasan Dan Definisi.

Perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda adalah Onrechmatige daad atau dalam bahasa Inggrisnya yaitu tort. Tort sebenarnya bermakna salah tetapi kemudian maknanya berkembang menjadi kesalahan perdata yang berasal dari wanprestasi kontrak.
Perbuatan melawan hukum (PMH) adalah salah satu alasan yang sering ditemui dalam gugatan perdata yang diajukan di pengadilan. Pada dasarnya perbuatan melawan hukum adalah kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.
Sedangkan menurut pasal 1365 KUH Perdata yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Pada mulanya perbuatan melawan hukum diartikan hanya semata-mata setiap perbuatan yang melawan atau melanggar pasal-pasal dari hukum tertulis saja. Tetapi sejak tahun 1919 perbuatan melawan hukum mengalami perluasan makna yaitu mencakup salah satu dari perbuatan-perbuatan sebagai berikut :
1.         Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain (inbreuk op eens anders recht) :
Perbuatan dalam klausul ini meliputi antara lain terhadap hak-hak pribadi (persoonlijkheidsrechten), hak-hak kekayaan (vermogensrecht), hak atas kebebasan dan hak atas kehormatan dan nama baik.
2.         Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri (recht splicht) : dalam hal ini yang dimaksud dengan kewajiban hukum adalah suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum tertulis ,maupun hukum tidak tertulis. Jadi selain bertentangan dengan hukum tertulis (wettelijk plicht) juga bertentangan dengan hak orang lain menurut undang-undang (wettelijk recht).
3.         Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan : apabila sebuah tindakan melanggar kesusilaan telah menimbulkan kerugian bagi pihak lain maka pihak penderita kerugian dapat menuntut ganti rugi berdasarkan atas perbuatan melawan hukum (putusan Hooge Raad Lindenbaum v. Cohen 1919).
4.         Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik (zorgvuldigheid) : setiap tindakan yang bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik, keharusan dalam masyarakat tentunya bukanlah sebuah aturan tertulis tetapi diakui keberadaannya dalam masyarakat.
II. Aspek Yuridis Perbuatan Melawan Hukum.
Sesuai dengan ketentuan pasal 1365 KUH Perdata maka suatu perbuatan melawan hukum harus memenuhi unsur-unsur antara lain yaitu :
1. Adanya suatu perbuatan ;
Pengertian perbuatan dalam hal ini yaitu berbuat/melakukan sesuatu atau tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu.
2. Perbuatan tersebut melawan hukum ;
Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melawan hukum yang meliputi antara lain ;
-           Perbuatan yang melanggar undang-undang.
-           Melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum.
-           Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.
-           Melanggar kesusilaan.
-           Perbuatan yang bertentangan dengan sikap baik atau pantas dalam bermasyarakat.
3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku ;
Undang-undang dan yurisprudensi mensyaratkan adanya unsur kesalahan (schuldement) dalam melaksanakan perbuatan tertentu. Tanggungjawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggungjawab berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata.

4. Adanya unsur kerugian bagi korban ;
Adanya kerugian (schade) bagi korban adalah sarat agar suatu gugatan berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata. Dalam gugatan perbuatan melawan hukum selain kerugian materiil juga bisa dituntut kerugian immaterial.
5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian ;
Hubungan kausal atau hubungan sebab-akibat menjadi persyaratan penting karena untuk membuktikan antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan kerugian yang diderita oleh orang lainnya haruslah terhubung atau linier dalam suatu kerangka kausalitas. Dalam hal ini pasal 1365 BW tidak membeda-bedakan para korban asalkan kerugian yang diderita oleh korban tersebut terkait dengan hubungan sebab akibat dengan perbuatan yang dilakukan. Macam hubungan sebab akibat yang dimaksud baik dalam konteks sebab akibat yang factual (sine qua non) maupun sebab akibat kira-kira (proximate cause).
Secara khusus gugatan Perbuatan Melawan Hukum diatur dalam pasal 1365 BW sedangkan gugatan atas dasar adanya penghinaan diatur dalam pasal 1372 BW. Sekalipun diatur dalam pasal yang berbeda pada dasarnya kedua pasal tersebut masih dalam satu rumpun. Yaitu karena perbuatan/tindakan tertentu seseorang bisa mengajukan gugatan dan minta ganti rugi.
Bisa dikatakan bahwa pasal 1365 BW mengatur hal-hal umum (Lex Generalis) tentang perbuatan melawan hukum. Sedangkan mengenai penghinaan diatur secara khusus (lex specialist) diatur dalam pasal 1372 BW. Tulisan ini selanjutnya akan membahas mengenai perbuatan penghinaan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).
III. Penghinaan Sebagai Perbuatan Melawan Hukum.
Penghinaan termasuk ke dalam penyerangan terhadap kehormatan manusia. Cukup sukar untuk mendapatkan batasan atau definisi dari penghinaan yang bisa diterima secara luas baik oleh masyarakat maupun kalangan yuris. Karena pada dasarnya penghinaan adalah tindakan subyek hukum terhadap subyek hukum lainnya dengan cara yang subyektif. Artinya dengan sebuah tindakan yang sama bisa saja seseorang tersinggung sedangkan seorang yang lain bersikap biasa-biasa saja.
Dalam ranah hukum Anglo-american batasan tantang penghinaan dikenal dalam istilah defamation. Dalam Black Law Dictionary disebutkan bahwa defamation adalah :
1. The act of harming the reputation of another by making a false atatement to a third person. If the alleged defamation involves a matter of public concern the plaintiff is constitutionally required to prove both the statements falsity an the defendant fault.
2. A false written or oral statement thet damages anothers reputation.
Sebagaimana halnya ketentuan dalam pasal 310 KUHP, defamation dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Juga dirumuskan jika penghinaan berkenaan dengan kepentingan umum (public concern) maka penggugat harus membuktikan baik ketidakbenaran pernyataan tersebut maupun kesalahan tergugat.
Dalam tradisi Common Law System penghinaan dapat dikonstruksikan baik dalam aspek pidana maupun perdata atau perbuatan melawan hukum (tort) (pasal 1365 dan 1372 BW).Tetapi kecenderungan mengarahkan penghinaan pada peradilan pidana agak memudar, yang lebih disukai masyarakat dalam tradisi anglo saxon adalah gugatan perdata/perbuatan melawan hukum (tort).
Adalah sangat penting untuk mendapatkan batasan yang meskipun tidak sepenuhnya bisa diterima oleh semua kalangan tetapi setidaknya bisa dijadikan sebagai patokan atau rujukan dalam beracara. Salah satu pendapat yang patut dicermati adalah bahwa suatu kehormatan manusia diserang atau dihina dalam aspek baik budi atau kesusilaan (Zedelijke waarde).
Dalam hal ini menurut penulis aspek baik budi atau kesusilaan sangat tergantung pada budaya atau kebiasaan dalam masyarakat serta tingkat kedekatan personal antar pihak yang terkait. Jadi unsur lokal cukup menentukan untuk bisa menyatakan suatu perbuatan termasuk penyerangan terhadap kehormatan manusia atau tidak.
Secara umum setiap orang tahu dan mengerti apa yang dimaksud dengan penghinaan. Secara sederhana tindakan penghinaan bisa diberi pengertian sebagai suatu tindakan atau sikap yang melanggar nama baik atau kehormatan pihak lain. Atau dalam bahasa yang lebih luas kualifikasi penghinaan adalah perbuatan atau sikap yang bertentangan dengan tata krama (geode zeden) atau bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri orang lain dalam pergaulan hidup.
Pengertian dan konsep penghinaan dapat kita temui baik dalam ranah hukum pidana maupun hukum perdata. Telah menjadi kesepakatan umum diantara ahli hukum (doktrin) bahwa apa yang dimaksud sebagai penghinaan dalam konteks perdata adalah sama dengan pengertian penghinaan sebagai tindak pidana. Konsekwensinya adalah bahwa penghinaan secara perdata harus memenuhi semua untur penghinaan dalam konteks pidana.
Kerangka perbuatan penghinaan secara pidana dapat dijelaskan dalam beberapa aspek, antara lain :
a. Aspek menyerang nama baik atau melanggar kehormatan.
Pada dasarnya tindak penghinaan adalah sebuah tindakan atau sikap yang sengaja melanggar nama baik atau menyerang kehormatan seseorang (beleiding is op te vatten als:het opzettelijk aanranden van iemands eer of geode naam. J.M. v. Bemmelen-W.F.C. v. Hattum, 1954, hal 488; D.Simon-W.P.J.Pompe.II,1941,hal.55)).
Dalam hal ini penyerangan kehormatan orang lain akan menimbulkan akibat berupa rasa malu atau terkoyaknya harga diri atau kehormatan orang lain. Tentunya rasa malu atau terkoyaknya harga diri seseorang mempunyai dua sisi nilai yaitu subyektif dan obyektif. Sisi subyektif berarti adanya pengakuan seseorang bahwa perasaan atau kehormatannya terluka atau terhina akibat perbuatan penghinaan yang dilakukan oleh orang lain.
Sedangkan sisi obyektif adalah bahwa suatu perkataan atau perbuatan yang dirasakan sebagai sebuah penghinaan tersebut harus bisa dinilai secara akal sehat (common sense) bahwa hal tersebut benar-benar merupakan penghinaan dan bukan semata-mata perasaan sempit atau subyektif seseorang.
b. Aspek kesengajaan.
Kesengajaan atau opzet adalah kehendak untuk melakukan perbuatan atau mengambil sikap yang bersifat menghina. Orang dikatakan melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja kalau yang bersangkutan menghendaki perbuatan tersebut dan tahu (sadar akan) akibatnya (Wilstheori). Tetapi karena munculnya akibat suatu perbuatan ada diluar kemampuan manusia untuk menetapkannya maka ukuran lain yang bisa dipakai adalah dapat membayangkan timbulnya akibat tertentu (Voorstellingstheori). Unsur kesengajaan dianggap benar-benar ada apabila memenuhi eklemen-elemen antara lain yaitu :
-           Adanya kesadaran (state of mind) untuk melakukan.
-           Adanya konsekwensi dari perbuatan, jadi bukan hanya adanya perbuatan saja.
-           Kesadaran untuk melakukan bukan hanya untuk menimbulkan konsekwensi melainkan juga adanya kepercayaan bahwa dengan tindakan tersebut pasti bisa menimbulkan suatu konsekwensi tertentu.
Tolok ukur yang bisa dipakai untuk mengetahui apakah suatu perbuatan telah mengandung unsur penghinaan adalah :
-           Dari kata-kata atau pernyataan yang dikemukakan secara obyektif bisa dinilai apakah suatu tindakan termasuk penghinaan atau tidak.
-           Adanya tindakan penyebarluasan atau adanya maksud untuk menyebarluaskan dalam hal ini berarti supaya lebih banyak orang mengetahui tentang hal tertentu yang bisa menyebabkan terhinyanya seseorang.
c. Aspek diketahui umum.
Pembicaraan mengenai nama baik tentunya terkait dengan cara pandang masyarakat atau lingkungan sosial terhadap seseorang. Jadi dalam hal ini selalu ada pihak ketiga, pihak pertama : pelaku penghinaan, pihak kedua : korban penghinaan, pihak ketiga : masyarakat yang mendapatkan informasi atau diberitahu mengenai suatu pernyataan tertentu.
Dalam hal ini diketahui umum tidak berarti harus diketahui banyak orang atau seluruh lingkungan sosial masyarakat mengetahui. Cukup adanya pihak ketiga yang mengetahui tentang pernyataan yang seseorang yang oleh orang lain dipandang sebagai sebuah penghinaan.
Secara lebih mendetail bisa dikemukakan bahwa spesifikasi tindakan yang diketahui umum meliputi unsur antara lain dimuka umum, disiarkan, dipertunjukkan dan ditempelkan. Jadi asalkan suatu tindakan penghinaan sudah diketahui oleh orang lain selain si korban maka unsur diketahui umum sudah terpenuhi.
Tipologi Tindak Penghinaan antara lain :
1. Pencemaran dan Fitnah.
Dalam pasal 310 ayat (1) KUHP dikatakan bahwa Barang siapa menyerang kehormatan atau nama baik seorang dengan menuduh sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp. 300,00 (tigaratus rupiah).
Ayat (2) : Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan dipertunjukkan atau ditempelkan dimuka umum maka yang bersalah karena pencemaran tertulis diancam pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 300,00 (tiga ratus rupiah).
Pasal 311 ayat (1) KUHP menyatakan Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dalam hal dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui maka dia diancam karena melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Dari rumusan pasal-pasal diatas bisa dikatakan bahwa pencemaran (smaad) adalah suatu penghinaan yang dilakukan dengan menuduhkan suatu peristiwa nyata-nyata dengan maksud agar diketahui umum. Kalau hal itu dilakukan melalui tulisan disebut pencemaran tertulis (smaadschrift).
2. Fitnah :
Bila pihak yang dituduh melakukan tindak pidana pencemaran minta dan atau s etelah diberikan kesempatan oleh hakim untuk membuktikan kebenaran dari tuduhannya (yang dianggap mencemarkan) tidak telah menggunakan kesempatan itu atau tidak berhasil untuk membuktikan kebenaran dari tuduhannya terhadap korban padahal ia tahu tuduhannya tidak benar maka ia dianggap telah melakukan tindak pidana fitnah. Dalam hal ini syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah : Terdakwa sudah diberi kesempatan untuk membuktikan kebenaran tuduhannya ; terdakwa tidak bisa membuktikan ; terdakwa tahu bahwa tuduhannya tidak benar.
3. Penghinaan sederhana/ringan :
Pasal 315 KUHP merumuskan penghinaan sederhana atau ringan sebagai : Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seorang baik dimuka umum dengan lisan atau tulisan maupun dimuka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu atau denda paling banyak Rp 300,00 (tigaratus rupiah):.
Dari pasal tersebut bisa diperinci bahwa karakter penghinaan sederhana/ringan terdiri dari beberapa hal yaitu :
-           unsur sengaja.
-           Menyerang kehormatan atau nama baik.
-           Bisa di depan umum atau langsung ditujukan kepada yang bersangkutan.
-           Secara lisan atau tertulis.
IV. Ganti Rugi.
Bahwa konsep dasar mengenai ganti rugi bisa kita temukan dari konsep Lex Aquila salah satu hukum yang berlaku pada masa Kekaisaran Romawi (Imperium Romanum Sacrum) chapter pertama dalam Lex Aquila menyebutkan Jika seseorang secara melawan hukum membunuh seorang budak belian atau gadis hamba sahaya milik orang lain atau binatang ternak berkaki 4 (empat) milik orang lain maka pembunuhnya harus membayar kepada pemiliknya sebesar nilai tertinggi yang didapati oleh property tersebut tahun lalu. Ganti rugi tersebut menjadi berlipat 2 (dua) jika pihak tergugat menolak tanggungjawabnya.
Signifikansi pemberian ganti rugi bagi pihak yang haknya dilanggar (secara perdata) adalah terkait erat dengan tujuan dari prinsip Perbuatan Melawan Hukum yaitu untuk mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya untuk memberikan rasa tanggungjawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.
Bahwa selanjutnya dalam kepustakaan kontemporer pengertian dari ganti rugi adalah sesuatu yang bisa dituntut oleh pihak yang dirugikan pada pihak yang dianggap melakukan perbuatan tertentu. Bentuk-bentuk ganti rugi dari kepustakaan hukum Indonesia antara lain :
-           Ganti Rugi atas kerugian materiil ;
-           Ganti rugi berupa sejumlah uang atas kerugian imateriil ;
-           Pengumuman keputusan pengadilan ;
Klasifikasi yang patut diperhatikan dalam upaya gugatan untuk mendapatkan ganti rugi antara lain adalah :
a.         Memperhatikan berat ringannya penghinaan.
b.         Memperhatikan kedudukan, pangkat dan kemampuan pihak korban penghinaan (196K/Sip/1974 7-10-1976).
c.         Memperhatikan kedudukan, pangkat dan kemampuan pelaku penghinaan.
d.         Memperhatikan pernyataan menyesal dan permintaan maaf si pelaku penghinaan.
e.         Memperhatikan adanya perdamaian diantara para pihak.
Hal-hal tersebut diatas penting untuk diperhatikan supaya tuntutan pemberian ganti rugi tetap proporsional dan tidak mengarah pada balas dendam yang dititipkan pada prosedur hukum. Selain itu sangat penting untuk memformulasikan gantirugi agar sesuai dengan kadar penghinaan supaya bentuk nilai ganti rugi yang diminta adalah rasional. Tetapi bagi penggugat sebenarnya tidak perlu terlalu pusing untuk menentukan nominal ganti rugi karena pada akhirnya hakim mempunyai hak untuk menentukan nilai ganti rugi yang pantas berdasarkan kepatutan dan kepantasan. (610K/Sip/1968 23-5-1970).
Pada dasarnya ganti rugi adalah hal yang dituntut untuk memenuhi keinginan korban bukan untuk mengembalikan kepada keadaan sebagaimana semula karena adalah mustahil untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Jadi ganti rugi pada dasarnya adalah untuk memulihkan hak korban sebagai pihak yang patut dilindungi secara hukum sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Bahwa orang atau badan hukum yang menderita karena nama baiknya dicemarkan bisa dikatakan menderita kerugian materiil. Keputusan Mahkamah Agung tanggal 22 Oktober 1975 No. 371 k/Sip/1973 adalah pijakan bagi suatu konstruksi hukum bahwa nama baik yang terlanggar bisa menimbulkan kerugian. Walaupun nama baik bersifat abstrak tetapi terlanggarnya nama baik pada dasarnya bisa membawa dampak kerugian materiil. Misalnya orang atau badan hukum yang nama baiknya terlanggar maka hal tersebut akan membawa dampak bagi kelangsungan usaha atau kehidupannya.
Burgerlijk Wetboek mengenal dua macam ganti rugi selain gantirugi berupa materi (uang) hal yang dituntut atau dipulihkan adalah kehormatan dalam hal ini bisa berbentuk diumumkannya putusan pengadilan atau yang sering kita lihat yaitu tuntutan permintaan maaf di media massa sesuai dengan ketentuan yang diinginkan penggugat serta tentunya dikabulkan oleh Majelis Hakim.
Tidak semua penghinaan bisa membawa akibat hak bagi korban untuk mengajukan gugatan. Dalam hal apabila penghinaan atau pernyataan yang menyerang kehormatan dianggap bukan merupakan penghinaan apabila ditujukan untuk kepentingan umum atau untuk pembelaan diri.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan untuk kepentingan umum adalah suatu tindakan yang oleh pihak lain dianggap sebagai sebuah penghinaan sebenarnya adalah tindakan yang ditujukan demi kepentingan umum, berarti si pelaku dalam posisi aktif tetapi tujuannya bukan untuk menyerang kehormatan orang lain tetapi untuk membela kepentingan umum. Misalnya seseorang memerlukan untuk menyiarkan suatu hal kepada khalayak umum maka pengumuman tersebut haruslah proporsional tidak bersifat menjelek-jelekkan pihak tertentu serta tidak boleh disertai kata-kata yang tidak perlu.
Sedangkan pembelaan diri berarti si pelaku dalam posisi pasif yaitu sekedar untuk membela diri. Jadi terlebih dahulu harus ada tindakan aktif berupa serangan yang mengharuskan pihak tertentu untuk melakukan tindakan membela diri. Dalam hal ini serangan yang dimaksud adalah sebuah tindakan yang melanggar hukum. Tentunya pembelaan diri juga mengandung syarat-syarat yang terkait dengan proporsionalitas atau kepantasan dari tindakan pembelaan diri yang dilakukan.
Pembelaan diri yang terlalu berlebihan atau reaksi yang diluar batas adalah bukan termasuk hal yang bisa melepaskan pihak tertentu dari pertanggungjawaban terhadap tindak penghinaan. Dengan kata lain perbuatan atau tindakan pembelaan diri yang dikatakan melampaui batas adalah apabila suatu reaksi terlalu berlebihan atau melebihi batas kepantasan. Untuk menentukan apakah suatu tindakan pembelaan diri benar-benar merupakan suatu tindakan pembelaan diri yang wajar dan tidak berlebihan adalah berdasarkan rasa keadilan dalam hal ini hakim mempunyai kewenangan untuk merasakan rasa keadilan yang sesuai dengan kadar kepantasan untuk menentukan apakah suatu tindakan pembelaan diri sudah proporsional dan pantas atau sudah berlebihan dan bukan merupakan suatu pembelaan diri yang wajar.
Kesimpulan
Perbuatan penghinaan pada asasnya merupakan tindakan atau sikap yang sengaja melanggar nama baik atau menyerang kehormatan seseorang (belediging is op te vatten als : het opzettelijk aanranden van iemands eer of geode naam). Perbuatan penghinaan bisa dilihat dalam ranah hukum pidana maupun hukum perdata. Pengertian penghinaan yang bisa dijadikan alas untuk mengajukan gugatan perdata adalah sama dengan pengertian penghinaan dalam hukum pidana. Jadi pelaku penghinaan bisa dituntut baik secara pidana maupun perdata sekaligus.
Putusan perkara penghinaan dalam aspek pidana bisa memperkuat diajukannnya gugatan tindak penghinaan dalam aspek perdata (bisa diajukan sebagai bukti). Tetapi tidak ada keharusan untuk menunggu adanya suatu putusan pidana apabila hendak mengajukan gugatan perdata.
Gugatan kumulatif sekaligus antara 1365 BW dengan 1372 BW tidak bisa dibenarkan karena pada dasarnya tindak penghinaan sebagaimana diatur dalam pasal 1372 BW adalah aturan khusus (lex specialist) yang bisa dikatakan sebagai varian khusus dari pasal 1365 BW.
Bahwa ganti rugi yang bisa dituntut dalam perkara penghinaan bisa berupa sejumlah uang atau bisa juga berupa keterangan resmi dari hakim bahwa perbuatan tergugat bersifat menghina dan berupa suatu pengumuman yang disebarluaskan pada masyarakat.
Bahwa dua hal yang bisa melepaskan seorang pelaku penghinaan dari pertanggungjawaban terhadap tindakannya tersebut adalah bila dilakukan untuk kepentingan umum atau dalam hal terpaksa untuk pembelaan diri.

* Penulis adalah Hakim Pratama Muda di Pengadilan Negeri Soe.

Daftar Pustaka
Asis Safioeddin, S.H. Beberapa Hal Tentang Burgerlijk Wetboek, Penerbit Alumni,1989.
H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali Pers, 1983.
Harkristuti Harkrisnowo, Korupsi, Konspirasi Dan Keadilan Di Indonesia (artikel) dalam Dictum (Jurnal Kajian Putusan Pengadilan), Edisi I tahun 2002.
J. Satrio, S.H. Gugat Perdata Atas dasar Penghinaan Sebagai Tindakan Melawan Hukum, Citra Aditya Bakti, 2005.
J.C.T. Simorangkir, S.H. dkk, Kamus Hukum, Sinar Grafika, 2005.
Munir Fuady, S.H., M.H., LL.M. Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, 2002.
DR. H. Pontang Moerad B.M., S.H. Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana, Penerbit Alumni, 2005.
Prof.DR.R Wirjono Prodjodikoro, SH. Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata, CV Mandar Maju, 2000.

TINDAK PENGHINAAN SEBAGAI SEBUAH
PERBUATAN MELAWAN HUKUM
Oleh Maskur Hidayat, SH, MH.*
I. Perbuatan Melawan Hukum : Batasan Dan Definisi.
Perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda adalah Onrechmatige daad atau dalam bahasa Inggrisnya yaitu tort. Tort sebenarnya bermakna salah tetapi kemudian maknanya berkembang menjadi kesalahan perdata yang berasal dari wanprestasi kontrak.
Perbuatan melawan hukum (PMH) adalah salah satu alasan yang sering ditemui dalam gugatan perdata yang diajukan di pengadilan. Pada dasarnya perbuatan melawan hukum adalah kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.
Sedangkan menurut pasal 1365 KUH Perdata yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Pada mulanya perbuatan melawan hukum diartikan hanya semata-mata setiap perbuatan yang melawan atau melanggar pasal-pasal dari hukum tertulis saja. Tetapi sejak tahun 1919 perbuatan melawan hukum mengalami perluasan makna yaitu mencakup salah satu dari perbuatan-perbuatan sebagai berikut :
5.         Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain (inbreuk op eens anders recht) :
Perbuatan dalam klausul ini meliputi antara lain terhadap hak-hak pribadi (persoonlijkheidsrechten), hak-hak kekayaan (vermogensrecht), hak atas kebebasan dan hak atas kehormatan dan nama baik.
6.         Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri (recht splicht) : dalam hal ini yang dimaksud dengan kewajiban hukum adalah suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum tertulis ,maupun hukum tidak tertulis. Jadi selain bertentangan dengan hukum tertulis (wettelijk plicht) juga bertentangan dengan hak orang lain menurut undang-undang (wettelijk recht).
7.         Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan : apabila sebuah tindakan melanggar kesusilaan telah menimbulkan kerugian bagi pihak lain maka pihak penderita kerugian dapat menuntut ganti rugi berdasarkan atas perbuatan melawan hukum (putusan Hooge Raad Lindenbaum v. Cohen 1919).
8.         Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik (zorgvuldigheid) : setiap tindakan yang bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik, keharusan dalam masyarakat tentunya bukanlah sebuah aturan tertulis tetapi diakui keberadaannya dalam masyarakat.
II. Aspek Yuridis Perbuatan Melawan Hukum.
Sesuai dengan ketentuan pasal 1365 KUH Perdata maka suatu perbuatan melawan hukum harus memenuhi unsur-unsur antara lain yaitu :
1. Adanya suatu perbuatan ;
Pengertian perbuatan dalam hal ini yaitu berbuat/melakukan sesuatu atau tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu.
2. Perbuatan tersebut melawan hukum ;
Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melawan hukum yang meliputi antara lain ;
-           Perbuatan yang melanggar undang-undang.
-           Melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum.
-           Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.
-           Melanggar kesusilaan.
-           Perbuatan yang bertentangan dengan sikap baik atau pantas dalam bermasyarakat.
3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku ;
Undang-undang dan yurisprudensi mensyaratkan adanya unsur kesalahan (schuldement) dalam melaksanakan perbuatan tertentu. Tanggungjawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggungjawab berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata.
4. Adanya unsur kerugian bagi korban ;
Adanya kerugian (schade) bagi korban adalah sarat agar suatu gugatan berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata. Dalam gugatan perbuatan melawan hukum selain kerugian materiil juga bisa dituntut kerugian immaterial.
5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian ;
Hubungan kausal atau hubungan sebab-akibat menjadi persyaratan penting karena untuk membuktikan antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan kerugian yang diderita oleh orang lainnya haruslah terhubung atau linier dalam suatu kerangka kausalitas. Dalam hal ini pasal 1365 BW tidak membeda-bedakan para korban asalkan kerugian yang diderita oleh korban tersebut terkait dengan hubungan sebab akibat dengan perbuatan yang dilakukan. Macam hubungan sebab akibat yang dimaksud baik dalam konteks sebab akibat yang factual (sine qua non) maupun sebab akibat kira-kira (proximate cause).
Secara khusus gugatan Perbuatan Melawan Hukum diatur dalam pasal 1365 BW sedangkan gugatan atas dasar adanya penghinaan diatur dalam pasal 1372 BW. Sekalipun diatur dalam pasal yang berbeda pada dasarnya kedua pasal tersebut masih dalam satu rumpun. Yaitu karena perbuatan/tindakan tertentu seseorang bisa mengajukan gugatan dan minta ganti rugi.
Bisa dikatakan bahwa pasal 1365 BW mengatur hal-hal umum (Lex Generalis) tentang perbuatan melawan hukum. Sedangkan mengenai penghinaan diatur secara khusus (lex specialist) diatur dalam pasal 1372 BW. Tulisan ini selanjutnya akan membahas mengenai perbuatan penghinaan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).
III. Penghinaan Sebagai Perbuatan Melawan Hukum.
Penghinaan termasuk ke dalam penyerangan terhadap kehormatan manusia. Cukup sukar untuk mendapatkan batasan atau definisi dari penghinaan yang bisa diterima secara luas baik oleh masyarakat maupun kalangan yuris. Karena pada dasarnya penghinaan adalah tindakan subyek hukum terhadap subyek hukum lainnya dengan cara yang subyektif. Artinya dengan sebuah tindakan yang sama bisa saja seseorang tersinggung sedangkan seorang yang lain bersikap biasa-biasa saja.
Dalam ranah hukum Anglo-american batasan tantang penghinaan dikenal dalam istilah defamation. Dalam Black Law Dictionary disebutkan bahwa defamation adalah :
1. The act of harming the reputation of another by making a false atatement to a third person. If the alleged defamation involves a matter of public concern the plaintiff is constitutionally required to prove both the statements falsity an the defendant fault.
2. A false written or oral statement thet damages anothers reputation.
Sebagaimana halnya ketentuan dalam pasal 310 KUHP, defamation dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Juga dirumuskan jika penghinaan berkenaan dengan kepentingan umum (public concern) maka penggugat harus membuktikan baik ketidakbenaran pernyataan tersebut maupun kesalahan tergugat.
Dalam tradisi Common Law System penghinaan dapat dikonstruksikan baik dalam aspek pidana maupun perdata atau perbuatan melawan hukum (tort) (pasal 1365 dan 1372 BW).Tetapi kecenderungan mengarahkan penghinaan pada peradilan pidana agak memudar, yang lebih disukai masyarakat dalam tradisi anglo saxon adalah gugatan perdata/perbuatan melawan hukum (tort).
Adalah sangat penting untuk mendapatkan batasan yang meskipun tidak sepenuhnya bisa diterima oleh semua kalangan tetapi setidaknya bisa dijadikan sebagai patokan atau rujukan dalam beracara. Salah satu pendapat yang patut dicermati adalah bahwa suatu kehormatan manusia diserang atau dihina dalam aspek baik budi atau kesusilaan (Zedelijke waarde).
Dalam hal ini menurut penulis aspek baik budi atau kesusilaan sangat tergantung pada budaya atau kebiasaan dalam masyarakat serta tingkat kedekatan personal antar pihak yang terkait. Jadi unsur lokal cukup menentukan untuk bisa menyatakan suatu perbuatan termasuk penyerangan terhadap kehormatan manusia atau tidak.
Secara umum setiap orang tahu dan mengerti apa yang dimaksud dengan penghinaan. Secara sederhana tindakan penghinaan bisa diberi pengertian sebagai suatu tindakan atau sikap yang melanggar nama baik atau kehormatan pihak lain. Atau dalam bahasa yang lebih luas kualifikasi penghinaan adalah perbuatan atau sikap yang bertentangan dengan tata krama (geode zeden) atau bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri orang lain dalam pergaulan hidup.
Pengertian dan konsep penghinaan dapat kita temui baik dalam ranah hukum pidana maupun hukum perdata. Telah menjadi kesepakatan umum diantara ahli hukum (doktrin) bahwa apa yang dimaksud sebagai penghinaan dalam konteks perdata adalah sama dengan pengertian penghinaan sebagai tindak pidana. Konsekwensinya adalah bahwa penghinaan secara perdata harus memenuhi semua untur penghinaan dalam konteks pidana.
Kerangka perbuatan penghinaan secara pidana dapat dijelaskan dalam beberapa aspek, antara lain :
a. Aspek menyerang nama baik atau melanggar kehormatan.
Pada dasarnya tindak penghinaan adalah sebuah tindakan atau sikap yang sengaja melanggar nama baik atau menyerang kehormatan seseorang (beleiding is op te vatten als:het opzettelijk aanranden van iemands eer of geode naam. J.M. v. Bemmelen-W.F.C. v. Hattum, 1954, hal 488; D.Simon-W.P.J.Pompe.II,1941,hal.55)).
Dalam hal ini penyerangan kehormatan orang lain akan menimbulkan akibat berupa rasa malu atau terkoyaknya harga diri atau kehormatan orang lain. Tentunya rasa malu atau terkoyaknya harga diri seseorang mempunyai dua sisi nilai yaitu subyektif dan obyektif. Sisi subyektif berarti adanya pengakuan seseorang bahwa perasaan atau kehormatannya terluka atau terhina akibat perbuatan penghinaan yang dilakukan oleh orang lain.
Sedangkan sisi obyektif adalah bahwa suatu perkataan atau perbuatan yang dirasakan sebagai sebuah penghinaan tersebut harus bisa dinilai secara akal sehat (common sense) bahwa hal tersebut benar-benar merupakan penghinaan dan bukan semata-mata perasaan sempit atau subyektif seseorang.
b. Aspek kesengajaan.
Kesengajaan atau opzet adalah kehendak untuk melakukan perbuatan atau mengambil sikap yang bersifat menghina. Orang dikatakan melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja kalau yang bersangkutan menghendaki perbuatan tersebut dan tahu (sadar akan) akibatnya (Wilstheori). Tetapi karena munculnya akibat suatu perbuatan ada diluar kemampuan manusia untuk menetapkannya maka ukuran lain yang bisa dipakai adalah dapat membayangkan timbulnya akibat tertentu (Voorstellingstheori). Unsur kesengajaan dianggap benar-benar ada apabila memenuhi eklemen-elemen antara lain yaitu :
-           Adanya kesadaran (state of mind) untuk melakukan.
-           Adanya konsekwensi dari perbuatan, jadi bukan hanya adanya perbuatan saja.
-           Kesadaran untuk melakukan bukan hanya untuk menimbulkan konsekwensi melainkan juga adanya kepercayaan bahwa dengan tindakan tersebut pasti bisa menimbulkan suatu konsekwensi tertentu.
Tolok ukur yang bisa dipakai untuk mengetahui apakah suatu perbuatan telah mengandung unsur penghinaan adalah :
-           Dari kata-kata atau pernyataan yang dikemukakan secara obyektif bisa dinilai apakah suatu tindakan termasuk penghinaan atau tidak.
-           Adanya tindakan penyebarluasan atau adanya maksud untuk menyebarluaskan dalam hal ini berarti supaya lebih banyak orang mengetahui tentang hal tertentu yang bisa menyebabkan terhinyanya seseorang.
c. Aspek diketahui umum.
Pembicaraan mengenai nama baik tentunya terkait dengan cara pandang masyarakat atau lingkungan sosial terhadap seseorang. Jadi dalam hal ini selalu ada pihak ketiga, pihak pertama : pelaku penghinaan, pihak kedua : korban penghinaan, pihak ketiga : masyarakat yang mendapatkan informasi atau diberitahu mengenai suatu pernyataan tertentu.
Dalam hal ini diketahui umum tidak berarti harus diketahui banyak orang atau seluruh lingkungan sosial masyarakat mengetahui. Cukup adanya pihak ketiga yang mengetahui tentang pernyataan yang seseorang yang oleh orang lain dipandang sebagai sebuah penghinaan.
Secara lebih mendetail bisa dikemukakan bahwa spesifikasi tindakan yang diketahui umum meliputi unsur antara lain dimuka umum, disiarkan, dipertunjukkan dan ditempelkan. Jadi asalkan suatu tindakan penghinaan sudah diketahui oleh orang lain selain si korban maka unsur diketahui umum sudah terpenuhi.
Tipologi Tindak Penghinaan antara lain :
1. Pencemaran dan Fitnah.
Dalam pasal 310 ayat (1) KUHP dikatakan bahwa Barang siapa menyerang kehormatan atau nama baik seorang dengan menuduh sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp. 300,00 (tigaratus rupiah).
Ayat (2) : Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan dipertunjukkan atau ditempelkan dimuka umum maka yang bersalah karena pencemaran tertulis diancam pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 300,00 (tiga ratus rupiah).
Pasal 311 ayat (1) KUHP menyatakan Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dalam hal dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui maka dia diancam karena melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Dari rumusan pasal-pasal diatas bisa dikatakan bahwa pencemaran (smaad) adalah suatu penghinaan yang dilakukan dengan menuduhkan suatu peristiwa nyata-nyata dengan maksud agar diketahui umum. Kalau hal itu dilakukan melalui tulisan disebut pencemaran tertulis (smaadschrift).
2. Fitnah :
Bila pihak yang dituduh melakukan tindak pidana pencemaran minta dan atau s etelah diberikan kesempatan oleh hakim untuk membuktikan kebenaran dari tuduhannya (yang dianggap mencemarkan) tidak telah menggunakan kesempatan itu atau tidak berhasil untuk membuktikan kebenaran dari tuduhannya terhadap korban padahal ia tahu tuduhannya tidak benar maka ia dianggap telah melakukan tindak pidana fitnah. Dalam hal ini syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah : Terdakwa sudah diberi kesempatan untuk membuktikan kebenaran tuduhannya ; terdakwa tidak bisa membuktikan ; terdakwa tahu bahwa tuduhannya tidak benar.
3. Penghinaan sederhana/ringan :
Pasal 315 KUHP merumuskan penghinaan sederhana atau ringan sebagai : Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seorang baik dimuka umum dengan lisan atau tulisan maupun dimuka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu atau denda paling banyak Rp 300,00 (tigaratus rupiah):.
Dari pasal tersebut bisa diperinci bahwa karakter penghinaan sederhana/ringan terdiri dari beberapa hal yaitu :
-           unsur sengaja.
-           Menyerang kehormatan atau nama baik.
-           Bisa di depan umum atau langsung ditujukan kepada yang bersangkutan.
-           Secara lisan atau tertulis.
IV. Ganti Rugi.
Bahwa konsep dasar mengenai ganti rugi bisa kita temukan dari konsep Lex Aquila salah satu hukum yang berlaku pada masa Kekaisaran Romawi (Imperium Romanum Sacrum) chapter pertama dalam Lex Aquila menyebutkan Jika seseorang secara melawan hukum membunuh seorang budak belian atau gadis hamba sahaya milik orang lain atau binatang ternak berkaki 4 (empat) milik orang lain maka pembunuhnya harus membayar kepada pemiliknya sebesar nilai tertinggi yang didapati oleh property tersebut tahun lalu. Ganti rugi tersebut menjadi berlipat 2 (dua) jika pihak tergugat menolak tanggungjawabnya.
Signifikansi pemberian ganti rugi bagi pihak yang haknya dilanggar (secara perdata) adalah terkait erat dengan tujuan dari prinsip Perbuatan Melawan Hukum yaitu untuk mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya untuk memberikan rasa tanggungjawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.
Bahwa selanjutnya dalam kepustakaan kontemporer pengertian dari ganti rugi adalah sesuatu yang bisa dituntut oleh pihak yang dirugikan pada pihak yang dianggap melakukan perbuatan tertentu. Bentuk-bentuk ganti rugi dari kepustakaan hukum Indonesia antara lain :
-           Ganti Rugi atas kerugian materiil ;
-           Ganti rugi berupa sejumlah uang atas kerugian imateriil ;
-           Pengumuman keputusan pengadilan ;
Klasifikasi yang patut diperhatikan dalam upaya gugatan untuk mendapatkan ganti rugi antara lain adalah :
f.          Memperhatikan berat ringannya penghinaan.
g.         Memperhatikan kedudukan, pangkat dan kemampuan pihak korban penghinaan (196K/Sip/1974 7-10-1976).
h.         Memperhatikan kedudukan, pangkat dan kemampuan pelaku penghinaan.
i.          Memperhatikan pernyataan menyesal dan permintaan maaf si pelaku penghinaan.
j.          Memperhatikan adanya perdamaian diantara para pihak.
Hal-hal tersebut diatas penting untuk diperhatikan supaya tuntutan pemberian ganti rugi tetap proporsional dan tidak mengarah pada balas dendam yang dititipkan pada prosedur hukum. Selain itu sangat penting untuk memformulasikan gantirugi agar sesuai dengan kadar penghinaan supaya bentuk nilai ganti rugi yang diminta adalah rasional. Tetapi bagi penggugat sebenarnya tidak perlu terlalu pusing untuk menentukan nominal ganti rugi karena pada akhirnya hakim mempunyai hak untuk menentukan nilai ganti rugi yang pantas berdasarkan kepatutan dan kepantasan. (610K/Sip/1968 23-5-1970).
Pada dasarnya ganti rugi adalah hal yang dituntut untuk memenuhi keinginan korban bukan untuk mengembalikan kepada keadaan sebagaimana semula karena adalah mustahil untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Jadi ganti rugi pada dasarnya adalah untuk memulihkan hak korban sebagai pihak yang patut dilindungi secara hukum sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Bahwa orang atau badan hukum yang menderita karena nama baiknya dicemarkan bisa dikatakan menderita kerugian materiil. Keputusan Mahkamah Agung tanggal 22 Oktober 1975 No. 371 k/Sip/1973 adalah pijakan bagi suatu konstruksi hukum bahwa nama baik yang terlanggar bisa menimbulkan kerugian. Walaupun nama baik bersifat abstrak tetapi terlanggarnya nama baik pada dasarnya bisa membawa dampak kerugian materiil. Misalnya orang atau badan hukum yang nama baiknya terlanggar maka hal tersebut akan membawa dampak bagi kelangsungan usaha atau kehidupannya.
Burgerlijk Wetboek mengenal dua macam ganti rugi selain gantirugi berupa materi (uang) hal yang dituntut atau dipulihkan adalah kehormatan dalam hal ini bisa berbentuk diumumkannya putusan pengadilan atau yang sering kita lihat yaitu tuntutan permintaan maaf di media massa sesuai dengan ketentuan yang diinginkan penggugat serta tentunya dikabulkan oleh Majelis Hakim.
Tidak semua penghinaan bisa membawa akibat hak bagi korban untuk mengajukan gugatan. Dalam hal apabila penghinaan atau pernyataan yang menyerang kehormatan dianggap bukan merupakan penghinaan apabila ditujukan untuk kepentingan umum atau untuk pembelaan diri.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan untuk kepentingan umum adalah suatu tindakan yang oleh pihak lain dianggap sebagai sebuah penghinaan sebenarnya adalah tindakan yang ditujukan demi kepentingan umum, berarti si pelaku dalam posisi aktif tetapi tujuannya bukan untuk menyerang kehormatan orang lain tetapi untuk membela kepentingan umum. Misalnya seseorang memerlukan untuk menyiarkan suatu hal kepada khalayak umum maka pengumuman tersebut haruslah proporsional tidak bersifat menjelek-jelekkan pihak tertentu serta tidak boleh disertai kata-kata yang tidak perlu.
Sedangkan pembelaan diri berarti si pelaku dalam posisi pasif yaitu sekedar untuk membela diri. Jadi terlebih dahulu harus ada tindakan aktif berupa serangan yang mengharuskan pihak tertentu untuk melakukan tindakan membela diri. Dalam hal ini serangan yang dimaksud adalah sebuah tindakan yang melanggar hukum. Tentunya pembelaan diri juga mengandung syarat-syarat yang terkait dengan proporsionalitas atau kepantasan dari tindakan pembelaan diri yang dilakukan.
Pembelaan diri yang terlalu berlebihan atau reaksi yang diluar batas adalah bukan termasuk hal yang bisa melepaskan pihak tertentu dari pertanggungjawaban terhadap tindak penghinaan. Dengan kata lain perbuatan atau tindakan pembelaan diri yang dikatakan melampaui batas adalah apabila suatu reaksi terlalu berlebihan atau melebihi batas kepantasan. Untuk menentukan apakah suatu tindakan pembelaan diri benar-benar merupakan suatu tindakan pembelaan diri yang wajar dan tidak berlebihan adalah berdasarkan rasa keadilan dalam hal ini hakim mempunyai kewenangan untuk merasakan rasa keadilan yang sesuai dengan kadar kepantasan untuk menentukan apakah suatu tindakan pembelaan diri sudah proporsional dan pantas atau sudah berlebihan dan bukan merupakan suatu pembelaan diri yang wajar.
Kesimpulan
Perbuatan penghinaan pada asasnya merupakan tindakan atau sikap yang sengaja melanggar nama baik atau menyerang kehormatan seseorang (belediging is op te vatten als : het opzettelijk aanranden van iemands eer of geode naam). Perbuatan penghinaan bisa dilihat dalam ranah hukum pidana maupun hukum perdata. Pengertian penghinaan yang bisa dijadikan alas untuk mengajukan gugatan perdata adalah sama dengan pengertian penghinaan dalam hukum pidana. Jadi pelaku penghinaan bisa dituntut baik secara pidana maupun perdata sekaligus.
Putusan perkara penghinaan dalam aspek pidana bisa memperkuat diajukannnya gugatan tindak penghinaan dalam aspek perdata (bisa diajukan sebagai bukti). Tetapi tidak ada keharusan untuk menunggu adanya suatu putusan pidana apabila hendak mengajukan gugatan perdata.
Gugatan kumulatif sekaligus antara 1365 BW dengan 1372 BW tidak bisa dibenarkan karena pada dasarnya tindak penghinaan sebagaimana diatur dalam pasal 1372 BW adalah aturan khusus (lex specialist) yang bisa dikatakan sebagai varian khusus dari pasal 1365 BW.
Bahwa ganti rugi yang bisa dituntut dalam perkara penghinaan bisa berupa sejumlah uang atau bisa juga berupa keterangan resmi dari hakim bahwa perbuatan tergugat bersifat menghina dan berupa suatu pengumuman yang disebarluaskan pada masyarakat.
Bahwa dua hal yang bisa melepaskan seorang pelaku penghinaan dari pertanggungjawaban terhadap tindakannya tersebut adalah bila dilakukan untuk kepentingan umum atau dalam hal terpaksa untuk pembelaan diri.

Daftar Pustaka
Asis Safioeddin, S.H. Beberapa Hal Tentang Burgerlijk Wetboek, Penerbit Alumni,1989.
H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali Pers, 1983.
Harkristuti Harkrisnowo, Korupsi, Konspirasi Dan Keadilan Di Indonesia (artikel) dalam Dictum (Jurnal Kajian Putusan Pengadilan), Edisi I tahun 2002.
J. Satrio, S.H. Gugat Perdata Atas dasar Penghinaan Sebagai Tindakan Melawan Hukum, Citra Aditya Bakti, 2005.
J.C.T. Simorangkir, S.H. dkk, Kamus Hukum, Sinar Grafika, 2005.
Munir Fuady, S.H., M.H., LL.M. Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, 2002.
DR. H. Pontang Moerad B.M., S.H. Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana, Penerbit Alumni, 2005.
Prof.DR.R Wirjono Prodjodikoro, SH. Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata, CV Mandar Maju, 2000.


1 komentar:

  1. Coin Casino - Use Bitcoin for a Casino Game | CasinoRewards
    With Bitcoin, you can play the most popular online casino games. You 인카지노 can play the most popular 온카지노 games 바카라사이트 like roulette, blackjack and poker.

    BalasHapus